Musim dingin begini, saya senang sekali melihat awan dan banjaran yang berkawan. Pernah saya menulisnya sebelum ini. Ia adalah pemandangan yang saya nantikan setiap kali menuju jalan pulang ke rumah. Apalagi musim angin aneh begini, saat awan dan kabus menjadi rendah dan  kita tidak dapat mengagak apa yang ada dalam hati, dalam jiwa, dalam kalbu. Segalanya seperti tidak mahu diberitahu. Ya, segalanya mahu terus menjadi diam. Pernah dalam satu kuliah dhuha saya tanyakan kepada Ustaz, lebih bagus bersahabat dengan malaikat yang sentiasa ada, sentiasa baik kepada kita. Ya, bersahabat dengan para malaikat. Dulu, waktu kecil saya dibayangkan malaikat hidupnya dalam dunia kabus, dalam dunia awan. Sedang sebenarnya dia sangat dekat. Dan selalu ada. 

Comments

Anonymous said…
Adakalanya juga apabila hati menjadi bungkam dan suasana kehidupan tidak memihak, terasa benar ingin bermigrasi dan mengabadi di tanah asing. Meski belum dapat dipastikan kehidupan yang bakal ditempuh apakah benar akan memihak. Hanya meredah takdir.
Mawar said…
Sdr Anonymous
Hanya saja jika tanah hijrah itu dapat memaknakan kebungkaman dan semua yang tidak memihak. Hanya saja jika tanah baru itu memahami tiap rintihan. Hanya saja jika tanah asing itu mengerti.
Liza said…
Bila awan dan banjaran berkawan terjadilah awan karpet yang menjadi buruan para pendaki gunung. Bila berjumpa pemandangan ini, tiada kata seindah bahasa dapat diungkapkan, selain hati berzikir memuji keindahan dan kekuasaan Allah.
Mawar said…
Sdr Liza
Kisah pendaki ini menyeret saya menziarahi perempuan pemetik harpa yang memanjat Tongariro...
liza said…
Jika nanti ditakdirkan sampai ke Selandia Baharu,mahu sekali saya menjejaki perempuan pemetik harpa di Tongariro