Hari kelmarin akan selalu menjadi pelajaran. Ya, masih dengan peristiwa semalam, saya diajar Allah untuk merasai saat diusir. Ternyata ia perih, hiba, malu, hina, marah, sakit hati dan benar-benar jadi orang murba. Ternyata ia bukan sekadar soal diusir dari kotak parkir. Saya belajar menerima asuhan untuk kenal diri, mengukur baju (lagi), lebih rendah hati, jauh sekali berasa hebat dalam banyak perkara. Subhanallah. Ya, akhirnya saya tahu alasannya mengapa parkir banyak dihadang semalam. Saya sedar bagaimana apabila kuasa menjadi nyalaan yang menjulang di tangan yang menjadi ketua. Ya, rupanya semalam saya juga belajar untuk berdoa lebih tulus agar pemimpin harus turut saksama akan apa yang dilalui orang banyak. Atau sebenarnya agar saya yang harus lebih saksama. Dalam lelah perjalanan pulang, mendongak ke pohon sukma yang dikasihi, rasanya hanya dia sahabat yang tinggal dan mengerti, kerana kesan diusir menumbuhkan jarak dan ia kian menjauh.


Comments

Anonymous said…
Pohon sukma itu menjadi saksi kepada kesuraman alam. Keterikatan berlandas kecintaan kepada Yang Maha Mencipta, tidak pernah menjarakkan yang dekat menjadi jauh. Peristiwa yang terukir biasanya meninggalkan sesuatu yang kadangkala melukakan. Namun semuanya mendidik dan mengasuh.
Mawar said…
Sdr Anonymous
Terima kasih sedalamnya atas pengertian ini. Terasa berjarak yang membikin teragak-agak. Terasa jauh mengingatkan di badan sendiri baju diukur.
Anonymous said…
Kita semuanya hanyalah sang murba yang tidak memiliki apa-apa melainkan semuanya hanya dipinjamkan oleh Yang Maha Pencipta. Kita hanyalah sebutir debu halus yang berterbangan.
Anonymous said…
Sesungguhnya Allah maha pengasih... mendatangkan ujian untuk melihat tahap iman dan kesabaran kita..Syukur pohon sukma menjadi penawar...Sahabat alam selalu mengerti
Mawar said…
Sdr Anonymous
Sayalah si debu yang berterbangan itu...
Mawar said…
Sdr Anonymous
Pohon sukma yang bersahabat. Pohon sukma yang dikasihi. Sepanjang musim...