Saya meninjau lagi perkampungan sasterawan besar, Hamka. Kali kedua ini, ia genap tahun yang ke-20. Ah, betapa masa pergi dan datang. Betapa saya sudah tua. Asyiknya, tidak ada yang berubah. Semuanya ternyata masih alami. Singgalang. Merapi. Sawah padi. Air dingin dari Lembah Anai masih deras. Semuanya masih seperti dulu. Keindahan ini adalah anugerah saat manusia sangat bersyukur, tidak kufur dan rakus dengan bukit, gunung dan tanah.


Comments

Unknown said…
Catatan ini mengingatkan pula saya kepada nasib Gunung Pelali yang menjadi mercu tanda Pengerang Johor, tanah tumpah darah saya. Kini, atas nama pembangunan mega, saya hanya mampu melihat malah tidak sanggup melihat bagaimana ia sedang diperkosa dengan rakus. Barangkali kepulangan saya ke sana yang akan datang, gunung itu sudah hilang jati diri sepenuhnya...
Mawar said…
Sdr Abd Razak
Terima kasih atas perhatiannya.
Kian banyak kita kehilangan...