Saya sering berdoa setiap kali  bukit hijau menyambut kepulangan saya yang menggendong  kelelahan dari pejabat. bukit landai yang menghijau itu persis sebuah lukisan yang besar saat saya memasuki lorong rumah. sebuah lukisan yang begitu memujuk. hati saya pernah rusuh apabila melihat banyak pembangunan rumah baharu di sekeliling kediaman kami. ya, semalam petang waktu kami pulang, Alif Matiin seraya menjerit, ya Allah! Mummy, bukit itu sudah hilang. oh Tuhan, saya berdoa lagi!


Comments

Sang kapitalis rakus mencincang manusiawi.

Ada juga yang menjerit, "biarkan! biarkan!"

Dan si luncai pun terjun dengan labu-labunya...



P/s: Ampun Dr Mawar, ampun. Jadi sketsa pendek!

:-)
Mawar said…
Sdr Norziati,
tak perlu minta ampun. memang itulah realitinya. di mana sahaja ada tanah, di situlah ditemukan kemahuan dan kemudian banyaknya haloba. ya, memang kita sedih melihat bukit yang hilang, kehijauan yang dipugar. memang itu kesedihan yang dahsyat.
RayyanZilfi said…
Dr Mawar,
'lukisan' saya yang tidak berbingkai itupun dah ranap! Dulu kami selalu menikmati pemandangan hijau ini dari atas sebuah bukit yang lain di Taman Melawati itu.
Mawar said…
Rayyan
apa kita perlu buat?