Muhd.Nasruddin Dasuki, nama lama dalam dunia prosa Melayu. Saya fikir nama ini sebaris dengan almarhum Mohd. Ismail Sarbini (guru penulisan saya) dan Khairuddin Ayip. Membaca catatan terkini entri blognya , saya baru tahu bahawa Cikgu Khairuddin Ayip, novelis remaja masyhur itu adalah guru penulisannya. Subhanallah. Pembacaan zaman remaja saya banyak dipenuhi dengan novel-novel Mohd Ismail Sarbini dan Khairuddin Ayip. Saya mengenali Muhd. Nasruddin Dasuki lebih sebagai penulis cerpen. Kami pernah bekerjasama dalam buku Bagaimana Saya Menulis, DBP - sedang diulang cetak. Membaca cerpennya, saya selalu melihat kecenderungan yang senang bereksperimen walau dalam nada yang sederhana. Baru juga saya tahu, beliaulah Editor Mingguan Famili 1986, ketika cerpen pertama saya disiarkan, sewaktu saya berada di tingkatan tiga. Begitulah lorong takdir yang Allah tentukan, sehingga saya akhirnya diminta menulis kata pengantar buku terbarunya ini, Cara Mudah Menulis Novel (daripada buku-e kep...
Posts
Showing posts from March, 2017
- Get link
- X
- Other Apps
Saya fikir antara penjuru solah yang paling tulus permohonan doanya adalah di rumah sakit. Sama ada yang berdoa itu doktor yang mohon perawatannya sukses; atau yang membuat permintaan itu merupakan ahli keluarga pesakit yang menahan sebak atau si pesakit sendiri yang dalam penyerahan paling seluruh akan lorong takdirnya sebentar lagi. Beberapa pengalaman bersujud di sajadah rumah sakit menemukan saya dengan pendoa-pendoa yang mukhlis itu. Dalam luruh airmata yang tekun menyertai setiap rintih. Dalam menahan getar dada yang tidak tahu untung nasibnya. Dalam kepatuhan yang genap. Hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maula wani'man nasir. Itu kalimah yang sangat ampuh.
- Get link
- X
- Other Apps
Kita kian menghampiri pintu Rejab. Begitulah cepat masa meninggalkan dan apa sahaja yang sudah kita perbuat. Sedang saya didatangi banyaknya susuk mulia yang menuntun jiwa, ternyata saya turut dibayangi sangsi dan betapa curiganya akan ta'arif kebenaran. Membantu seorang sahabat yang menemukan cerita sedih di satu penjuru rumah tahfiz. Bagaimana al-Qur'an diletakkan pada kondisi yang sangat tidak terhormat. Aneh dan tragis, bukan? Saat saya, si orang kecil ini mahu sekali meletakkan al-Qur'an di tempat yang paling tinggi, rupa-rupanya susuk yang saya percaya lebih tahu, tidak menyedari apa yang mereka perbuat itu sangat menyalahi. Allahu akbar. Ini isu yang terkait dengan pelupusan al-Qur'an. Nasibnya ternyata lebih malang daripada koran buangan. Sedihnya saya. Mahunya saya berlari di hujung jalan ini (dalam foto) dan mena'akul apa yang harus saya lakukan.
- Get link
- X
- Other Apps
Hujan petang menuju dingin, saya mendongak ke langit malam. Saya teringat lagi baris puisinya, ketika malam kulihat matamu pada bintang ( Dari Bintang ke Bintang ). Ternyata saya masih dungu dan terkial-kial mencari di mana titik saya berdiri. Sering berasa tidak selayaknya saya menyertai. Bintang itu selalu menunjuk arah (cerpen lama saya berjudul, "Di Langit Tursina, Ada Bintang yang Menunjuk Arah", 22 November 2009, Mingguan Malaysia ). Dan saya masih terngadah.
- Get link
- X
- Other Apps
Selain puisi Kekasih yang masyhur, saya sangat senang membaca himpunan puisi UA dengan menjejaki latar pangkal kehidupannya. Sangat mengilhamkan tatkala keluk jalan murba yang didepani, seperti turut membawa nurani saya. Ternyata UA kembali menyertai kami di Bicara Mengenangnya di IDE, bersama-sama Prof Muhammad, Dr Syed Hussin, Pak Suratman, Kanda Lyna dan Ibu Ken Z. Saya seperti menghidu pekat angin berbaur garam dan batu karang dari Sedili. Subhanallah, saya mahu lebih dalam mengenali kalbu lelaki pantai, lelaki laut ini. Cintanya bukan hanya terbang dan hinggap seperti camar yang melayah, tapi terus singgah di dada sang murba, ya rakyat gembel: Sebab dalam kesaktian mereka bisa mengemudi payang; Semua telah berpadu seperti air dan garam di lautan. Hanya wajah-wajah tua ketika musim tengkujuh Serupa daun-daun berguguran seluruh jadi rapuh, Pintu maut sedang terbuka dari perut laut gemuruh. (Kuala Sedili)
- Get link
- X
- Other Apps
Banyak sekali saya mengharap. Seperti melihat setiap indahnya purnama dipajang di hujung langit malam. Saya selalu berharap dia sentiasa di situ untuk menjadi sahabat. Mengharap juga pada mahasiswa untuk mencintai al-Qur'an. Mengharap mereka selalu teruja dengan buku. Mengharap juga, sebagai guru saya selalu masih bersantun dan menghormati para mahasiswa saya. Ya, dasar menghormati itu ternyata kepada sesiapa sahaja. Adakah saya terlalu percaya akan harapan. Sedang pohon sukma saya kian berubah, memasuki musim semi. Tidakkah saya bersyukur; kerana saya pernah mengharap dia seperti selalu, seperti dulu dengan daun dan ranting kosong. Itulah keindahan pohon sukma yang kian sirna berubah rimbun. Sama seperti si bulan penuh yang rupa-rupanya sering berubah juga; tona warna, jarak dan sela, malah darjah teduhannya.
- Get link
- X
- Other Apps
Angin Tenggara Saya percaya kali ini ia berlari dari belahan tenggara. S eperti selalu bersamanya adalah khabar. Antara meyakini dengan sangsi atau sebenarnya yang dibawa adalah perintah. Y a, sebuah dogma. Betapa manusia itu selalu berubah seraya menghantar kecewa atau saja radang gelora. Dan saya sering jatuh sakit mengenangnya. Seperti yang saya katakan kepada mahasiswa dalam kuliah siang tadi, hanya al Qur'an yang menjadi pengubat kesakitan. Hanya al Qur'an yang menuntun perasaan. Hanya al Qur'an yang rahmah. Betapa kosongnya hari berlalu tanpa dia. Saya memujuk separuh menagih, minggu hadapan dalam kuliah yang sama mahu saya tanyakan, di baris surah mana bacaan mereka berhenti. Foto ini rakaman dari nurani. Ternyata sehari dua ini saya memujuk sendiri kecewa dan radang yang datang, ya dari belahan tenggara.
- Get link
- X
- Other Apps
Ash Shams Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Foto ini saya rakam saat menanti munculnya nur jingga yang menjanjikan banyak perihal. Serakan warna syuruk dan surah as Shams yang saya baca bersama-sama gemuruh riak ombak dengan dengung angin yang masih dingin. Maka Allah mengilhamkan jiwa itu kefasikan dan ketaqwaan. Mengenang Tsamud yang paling dicela, membawa saya kembali ke ruang kuliah Ustaz Shauqi minggu sudah. Juga disebutnya lewat Surah al Fajr tentang ujian Allah dalam memuliakan atau sebaliknya. Bagaimana manusia saling lupa terhadap anak yatim, memakan hak warisan dan mencintai harta dengan seluruh. Allah ya Allah.
- Get link
- X
- Other Apps
Mengertinya pada ranting yang paling hujung saat mahu sekali dia berlindung antara dahan yang banyak dan cabang yang liar nantinya musim semi yang membawa daun akan tiba angin turut memesan khabar lalu menggenap di tepi banir mungkin juga menyertai lingkar akar atau sampai merintih di perdunya dia bertanya lagi, siapa yang mengerti; masih mahu dia begitu tangkai yang kosong dengan tunas yang malu dan bunga bersembunyi pada putik baru. Aduhai pohon sukmaku.
- Get link
- X
- Other Apps
Berlari ke gunung, lembah atau mahu saja mengejar ombak, mencari ruang untuk tidak sering lemas dalam monotonous. Mencari dengungan angin atau berjumpa deru hawa yang luluh, saya cuba menongkah rutinitas. Lelah dengan sistem seperti gergasi yang setiap hari bersedia menunggu saya di ruang kerja. Kaki kecil seringkali saya seret ke tepi dan saya ajar untuk masih kenal akan pekerti. Sesekali mahu juga saya berhenti di perdu pohon sukma, bersimpuh di banirnya penuh ta'azim. Membisik akan segala kecewa, pedih, gusar, radang dan letih. Namun, saya mendongak dari jauh, entahkan dia mengerti.
- Get link
- X
- Other Apps
Khabarnya sekarang musim mendekati garis Ekuinoks. Subhanallah, bekerja seharian dalam ruang berhawa dingin, saya hampir tidak mengetahui berapa darjah suhu kesabaran manusia di luar lingkungan kami. Dalam meredah haba dan ujian ketulusan, saya menyudahkan surah al Mu'minun: 78: Dialah yang menciptakan bagimu penglihatan, pendengaran dan hati nurani. Subhanallah, semalam Mak masih memujuk anaknya yang gembeng. Naluri kuat saya terhadap A dan A. Rindu dan keharuan saya masih berbaur. Ternyata saya dalam rindu dan jelas bingung. Saya yakini kedua-duanya masih belum terlalu jauh. Saya berdoa A dan A menjadi perhiasan syurga, mereka menjadi pasangan sahabat yang paling indah. Saya sangat kenal mata dan garisnya, lembut dan manja, yang memaut kasih selalu di mata kalbu.
- Get link
- X
- Other Apps
Penjuru terakhir A n A Kami akhirnya berpisah juga. Bukankah dalam dua entri awal (21 Januari dan 4 Februari 2017) saya sudah membayangkan perpisahan ini. Sejak apa yang berlaku semalam, rupa-rupanya apa saja atas nama perpisahan itu memang menyakitkan; sama ada dengan ucapan selamat tinggal atau perginya seperti angin yang datang singgah dan berlalu. Rupa-rupanya minum pagi kami semalam adalah yang terakhir. Tindakan saya mengalihkan kotak A dan A di meja minum menjadi sebab. Seharian mencari buku dan berjumpa sahabat lama di ibukota, juga adalah rantaian takdir. Saya lupa untuk mengembalikan A dan A ke penjuru redupnya. Banyak sisi kehidupan saya akan berubah selepas A dan A berpulang. Ikan merupakan sesuatu yang sangat mengesankan peka rasa saya (sedangkan saya adalah jenis ikan sebelum ini). Penjuru asal kotak A dan A saya biarkan saja dan itulah yang ditinggalkan A dan A dalam kalbu saya.
- Get link
- X
- Other Apps
Si Cantik Saya ditemani banyak wanita berani, tegas namun menuntun saya dengan segenap kelunakan kasih sayang yang mereka miliki. Dari setiap penjuru peribadi, akademia dan penulisan, mereka mendatangi tangan kecil saya lalu memimpin terus. Alhamdulillah. Allah itu Maha Mengetahui betapa saya ini rapuh, cengeng, gembeng, maka didatangkan sosok yang ampuh sebegitu. Nenek Ona @ Nenek Merah, antara yang sangat mujarab akan setiap azimatnya. Bonda Siti (Hawa Hj Salleh) yang selalu menjegil mata apabila saya cengeng tiba-tiba. Walau mereka sudah berpulang, saya meyakini mereka masih berdiri rapat di tepi saya. Begitu juga Bonda Zaharah yang mengilhamkan, baru saya temui beberapa hari lalu. Maka saya kurang mempercayai skrip ucapan hari wanita sedunia yang menyelinap masuk lalu lintas telefon kelmarin. Saya meyakini mereka selalu ada pada tiap detik yang persis. Merekalah tempat saya meminta tanpa ragu. Banyak kali saya terlanjur dan tersilap meminta pada yang tidak sepatutnya, dan be...
- Get link
- X
- Other Apps
Masih lagi dengan perihal memberi. Ada mahasiswa yang mencelah, memberi hari ini dengan ingatan akan tiba suatu ketika nanti kita pula yang akan menerima. Semakin menjadi tua, saya kian meraguinya. Saya semakin sudah tidak peduli dalam soal memberi, asal sahaja saya benar-benar jelas mengapa ia harus saya perbuat. Sering juga saya mahu melepaskan apa yang ada tanpa menyedari perginya sama sekali. Itu ternyata jauh lebih baik. Biar ia jadi alami seperti takdir yang didepani pohon sukma. Musim luruhnya kelihatan menuju akhir, dan ia merupakan kesedihan buat saya. Aneh memang. Kelak akan saya rindukan ranting dan daun kosongnya. Sebentar saya akan mencari-cari dahan yang seperti mahu menggamit setiap kali giliran saya menghampirinya. Alangkah tidak gemarnya saya pada ucapan selamat tinggal. Alangkah ada jalan lain yang boleh saya pilih.
- Get link
- X
- Other Apps
Letakkan tangan Sdr di atas meja. Semua mahasiswa akur. Saya seperti guru disiplin yang memeriksa kuku dan tangan, memastikannya bersih. Semua para pelajar saya meneliti tangan masing-masing, seperti mereka telah meninggalkannya lama dahulu. Semalam kami bercakap tentang perkembangan kesusasteraan Melayu dekad 50-an. Pertentangan hidup antara proletar dengan borgeois. Perihal keangkuhan dengan derita yang melata. Bagaimana kemudian saya mengheret mereka masuk ke ruang kerendahan hati untuk mengadili bangsa proletar, marhaen, murba. Kasihani mereka dengan memberi. Lihatlah tangan Sdr sekarang. Sudahkah Sdr memberi hari ini. Jika ya, tanyakan tangan Sdr yang memberi itu tentang ihsan. Tentang menjadi ikhlas. Tentang hakikat bahawa keenakan memberi itu adalah Sdr mensyukuri seluruhnya apabila dihidupkan semula setelah kematian, dan saat itu yang mahu Sdr lakukan tidak ada apa selain mahu memberi dan memberi. Saya melihat mata anak-anak murid saya yang jernih. Mudah-mudahan mereka meny...
- Get link
- X
- Other Apps
Antara kesyukuran, lingkaran hidup saya yang kecil ini dipenuhi dengan ramainya mereka yang pemurah, yang punya hati yang selalu cinta akan memberi. Daripada ahli keluarga, arwah nenda dan datuk di Temasek kepada arwah bonda mertua yang masing-masing mempunyai seni dalam memberi. Di samping sanak saudara, saya juga didatangi teman dan sahabat yang sedemikian. Lengkap memberi dalam kalangan keluarga, mereka akan meneroka pelosok mana lagi untuk berinfaq. Ada seorang sahabat yang pantang menerima berita pihak yang memerlukan dia akan mula bertindak. Masya-Allah tabarakallah. Seorang sahabat jauh seberang benua, yang sanggup berlari mendapatkan yang meminta-minta untuk memberi. Ada teman yang menyua dalam diam ke dalam saku atau kantung akaun yang memerlukan. Ada pula zakatnya melimpah ruah. Seorang lagi sahabat yang mempunyai tabung sadaqah sendiri, memenuhinya setiap hari walau sepuluh sen lalu diserahkan kepada yang memerlukan pada hujung bulan. Berbahagilah dengan saya pengalaman ...
- Get link
- X
- Other Apps
Semalam saya ke sekolah lagi. Seperti sekolah AM, SMK Seri Menanti, Muar ini juga meraikan saya dengan kenangan persekolahan dahulu. Ternyata saya sangat cergas di sekolah. Daripada menjadi Ketua Pengawas, saya terlibat dalam sukan bola jaring dan penyanyi koir sekolah. Berpindah ke sekolah menengah saya banyak terlibat dengan Persatuan Bahasa Melayu dan Bahasa Inggeris malah pernah bercita-cita untuk menyertai aliran TESL di ITM. Sebagai pelajar aliran sains juga, saya lebih gemar mengepit novel, yang antara saya uliti adalah Hujan Pagi, Saga dan banyak dari genre remaja yang ditulis Khairuddin Ayip atau Mohd Ismail Sarbini (akhirnya menjadi guru penulisan saya secara pos). Subhanallah. Ramai yang terpinga, setiap kali saya menyatakan Hujan Pagi adalah novel serius yang saya baca secara sukarela semasa sahabat sekelas ketika itu menekuni buku tebal biologi, kimia, fizik dan matematik tambahan (subjek yang saya paling tidak faham). Hingga ke universiti, saat teman sekuliah di la...
- Get link
- X
- Other Apps
Hari kelmarin akan selalu menjadi pelajaran. Ya, masih dengan peristiwa semalam, saya diajar Allah untuk merasai saat diusir. Ternyata ia perih, hiba, malu, hina, marah, sakit hati dan benar-benar jadi orang murba. Ternyata ia bukan sekadar soal diusir dari kotak parkir. Saya belajar menerima asuhan untuk kenal diri, mengukur baju (lagi), lebih rendah hati, jauh sekali berasa hebat dalam banyak perkara. Subhanallah. Ya, akhirnya saya tahu alasannya mengapa parkir banyak dihadang semalam. Saya sedar bagaimana apabila kuasa menjadi nyalaan yang menjulang di tangan yang menjadi ketua. Ya, rupanya semalam saya juga belajar untuk berdoa lebih tulus agar pemimpin harus turut saksama akan apa yang dilalui orang banyak. Atau sebenarnya agar saya yang harus lebih saksama. Dalam lelah perjalanan pulang, mendongak ke pohon sukma yang dikasihi, rasanya hanya dia sahabat yang tinggal dan mengerti, kerana kesan diusir menumbuhkan jarak dan ia kian menjauh.
- Get link
- X
- Other Apps
Jarang saya menulis dua entri pada satu hari yang sama. Saya baru saja diusir pengawal keselamatan universiti yang bermisai lebat. Tolong alihkan kenderaan, untuk hari ini parkir ini tidak boleh digunakan. Saya boleh migraine! Baru mencecah jam 8.00 dan semua parkir yang tidak bertanda pentadbir sudah penuh. Parkir di bahu jalan semua dihadang tali dan kon. Allah ya Allah. Rabu memang hari mengada-ngada kampus kami apabila dinamakan sebagai hari tanpa kenderaan dengan objektif mengurangkan peratusan karbon. Saya tidak pasti akan matlamat itu. Apabila semua parkir menjadi rebutan, banyak pula ruang yang selalu boleh diletakkan kenderaan, menjadi tidak boleh. Aneh. Mencari parkir lain di ceruk mana yang boleh, membawa saya satu pusingan kampus. Maka saya melalui jalan yang selalu saya elakkan iaitu jalan kampung. Ya, jalan selepas bulatan kecil ini mengingatkan saya kepada jalan perkampungan Zahar yang jauh lebih rata dan aman. Subhanallah. Dosa saya penuh satu kereta dengan ...
- Get link
- X
- Other Apps
Kasihan saya terhadap mahasiswa. Kuliah yang berterusan sehingga memasuki dua waktu solah. Kuliah saya jam 2.00 hingga 4.00. Sebelumnya mereka memulakan kuliah lain dari awal pagi merentas ke waktu Zuhur. Sebaik keluar dari dewan kuliah kami, mereka akan memasuki bilik tutorial sehingga lewat senja. Jadi bilakah Zuhur dan Asar mereka. Subhanallah. Kasihannya. Semalam, saya membuat pengumuman, pastikan Sdr melunaskan solah Zuhur sebelum mengikuti kuliah saya. Menjelang Asar pula, saya akan melepaskan mereka solah sebelum memulakan tutorial jam 5.00 dengan mengekalkan wudhu Zuhur. Saya sedar mata mahasiswa bukan Muslim memandang tepat kata-kata saya: lepaskan dunia daripada tangan Sdr untuk solah. Subhanallah. Saya hanya mahu menjauhkan mahasiswa saya daripada kemurkaan Allah, sedang ayat di penghujung surah al Anbiya' yang baru saya tamatkan bertanya, apakah kamu telah berserah diri?