Saya fikir rindu kami menggenap saat saya melebarkan bukaan pintunya. Kami seperti mahu saling merangkul setelah dia menghilang tahun. Dan saya tahu betapa hangat nanti saya jadinya antara dingin angin gunung dan perbukitan apabila berada dalam dadanya. Sekali lagi, saya fikir rindu kami menggenap saat saya menuruni tangga kecil menghala ke jalan pulang. Ya, benar ternyata ia belum terpenuh. Rindu kami masih tumbuh antara dahan, daun, kabut dan keliru yang mengepung. 

Comments

Liza said…
Saya mendakap erat dia yang saya anggap sebagai saudara sendiri, yang membawa saya ke jalan ini seusai solatnya, dengan rasa sebak yang menggunung. Diperbukitan ini,saya bagai dirangkul erat dengan kasih sayangnya. Sesungguhnya lalainya saya selama ini. Dalam kedinginan saya terasa luasnya rahmatNya yang sering ingkar.
Anonymous said…
Masjid yang unik reka bentuknya dan dikelilingi kehijauan ladang teh tentunya meruntun rindu yang tidak terungkapkan. Disitulah saya mendapat maklum pelbagai sumber dari banyak arah bertumpu menghidupkan kembali imarahnya yang lama dibiarkan. Syabas Sdr dan teman2 yang telah menumpah kasih sayang di persinggahan seketika. Ternyata jejak itu terus menanti bila saatnya Sdr datang lagi.
Mawar said…
Sdr Liza
Allah Maha Mengatur. Subhanallah.
Mawar said…
Sdr Anonymous
Terima kasih perhatiannya.